Wednesday, November 27, 2013

Ari-ari dan Tetanus


Sore ini adikku akan masuk ke ruang operasi untuk dilakukan pemotongan appendiknya. Aku dan ibuku menunggu di kamar. Setelah setengah jam berlalu, kami pun memutuskan menunggu di depan ruang operasi yang kebetulan di depan ruang rawat adikku. 

Lumayan lama adikku di ruangan itu. Mungkin karena ada tiga orang yang akan dioperasi dan mungkin juga karena mereka lebih membutuhkan tindakan secepatnya dibandingkan adikku. Ku simpulkan karena salah satunya adalah ibu hamil yang akan melahirkan.

     “Keluarga Nn. Fadhlina?”



Aku dan mama serentak berdiri sampai akhirnya perawat mengatakan bahwa hanya satu orang yang boleh masuk.
Seorang ibu berusia 30an duduk di sampingku. Ku lihat ada raut kekhawatiran dari matanya.

     “Siapanya adik yang dioperasi? Operasi apa?”
     “Adik saya bu. Operasi usus buntu. Kalau ibu? Tanyaku balik,
     “Ibu sedang menunggu saudara ibu yang kerja di ruang bedah juga.”

Belum selesai pembicaraan kami sampai disitu.

     “Keluarga Ny. N?”



Seorang lelaki yang menurutku itu suami Ny. N (pasien yang baru melahirkan bayi perempuan melalui caesar) langsung masuk ke ruang pemulihan. Beberapa menit berlalu, lelaki itu keluar sambil membawa kantong plastik berukuran kecil.

    “Kata dokter, ari-ari ini disuruh dikubur.” 


Lelaki itu langsung menjelaskan kepada keluarganya. Jarak kami (aku dan ibu yang baru ku kenal tadi) hanya 1 meter. Sehingga kami juga mendengar percakapan mereka. Anak yang baru saja dilahirkan adalah anak pertama Ny. N dan suaminya.

      “Kalau di rumah sakit X, ada tempat khusus ngubur ari-ari, tapi kita bayar tanahnya. Kayaknya di sini gak ada tempatnya,” salah seorang perempuan kerabat lelaki tadi menjelaskan.

    “Di buang ke tempat sampah saja. Beres.” Seorang lelaki yang menurutku juga keluarganya langsung menyahut.

Ibu yang duduk di sampingku dan aku serentak beristigfar. Karena suami Ny. N tadi tampak bingung, ibu di sampingku berdiri dan memberi saran.

      “Maaf Pak, bukan saya mau ikut campur. Kalau ari-ari dibuang begitu saja di tempat sampat, takutnya digondol anjing. Kan kasian. Sebaiknya di tanam saja dekat rumah bapak  trus ditutup dengan ember biar nggak dikorek-korek anjing, kalo nggak di buang ke sungai yang mengalir. Ke batang hari misalnya.”

Suami Ny. N langsung mengiyakan dan berterima kasih kepada ibu tadi dan mengatakan bahwa dikubur adalah solusinya.

Ternyata lama juga menunggu adikku keluar dari ruang pemulihan. Ibu tadi melanjutkan percakapan kami yang sempat terputus.

        “Lama juga ya adikknya di dalam.”
        “Iya bu. Ibu siapanya yang sakit di sini? Tanyaku penasaran.
        “Kakak laki-laki ibu dik. Di ICU.”

ICU. Ya Allah, tempat itu. Pikiranku melayang sebentar mengingat kejadian 2 tahun lalu.

        “Sakit apa bu?”
      “Hanya karena tertusuk paku berkarat dik. Tetanus. Sekarang kakak ibu koma di sana. Sudah berkali-kali disuntik tetanus. Mungkin karena seminggu dibiarkan dan nggak langsung disuntik tetanus.”
         “Semoga kakak ibu cepat sembuh. Maaf bu sebelumnya, kok bisa sampai koma?”

Ibu itu langsung menjelaskan panjang lebar. Kakak laki-lakinya dua minggu yang lalu tertusuk paku berkarat.  Langsung dibawa ke bidan, dikorek, dicuci dan dibersihkan. Kakaknya pun menghabiskan obat yang diberikan bidan. Seminggu kemudian, kakaknya sudah bisa bekerja seperti sebelumnya dan tidak ada tanda-tanda sakit bekas luka pakunya. Tetapi, setelah magrib kakaknya kejang-kejang dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Jika kamar ICUnya gelap, tak ada reaksi dari tubuh kakaknya. Tapi jika lampu kamar dihidupkan, tubuh kakaknya kembali kejang-kejang. Itulah sebabnya kakaknya di ruang ICU yang sendiri, bukan di ruang ICU untuk banyak pasien sehingga biayanya berkali-kali lipat dibandingkan dengan kamar ICU untuk banyak pasien.

         “Ibu minta tolong sama saudara ibu, minta rujukan biar pindah ke RSU aja.”
         “Iya bu, kalau itu lebih baik. Semoga kakak ibu cepat sadar dari komanya dan cepat sembuh.”
         “Aamiin.”

Semoga tulisan ini bermanfaat ^^
 

No comments:

Post a Comment